Disrupsi Sunyi: Artificial Intelligence (AI) dan Erosi Kemandirian Generasi Muda

Dipublish oleh Admin | 09 Juli 2025, 10.04 WIB

Disrupsi Sunyi: Artificial Intelligence (AI) dan Erosi Kemandirian Generasi Muda
Ilustrasi Ini Bersumber Dari : Towa.co.id

Towa News, Jakarta - Kemudahan teknologi perlahan-lahan mengikis kemandirian generasi muda. AI kini hadir di setiap aspek kehidupan: dari memilih rute tercepat, menyusun jadwal belajar, hingga menjadi teman curhat virtual. Fenomena ini melahirkan apa yang disebut learned helplessness digital—sebuah ketergantungan psikologis pada jawaban instan dan algoritma.

Penggunaan AI seperti ChatGPT untuk tugas akademik menggantikan proses belajar mendalam. Sementara itu, aplikasi companion berbasis AI seperti Replika mulai menggantikan relasi sosial nyata yang kompleks dan penuh emosi. Alhasil, daya tahan terhadap kenyataan sosial semakin menurun.

Masalah ini diperparah oleh sistem pendidikan yang belum adaptif. Guru dan dosen lebih banyak menilai hasil daripada proses, membuat mahasiswa lebih mahir membuat prompt daripada berpikir kritis. Ironisnya, teknologi yang seharusnya memperkuat kapasitas manusia justru mengambil alih secara halus fungsi-fungsi berpikir dan merasa.

Data dari Pew Research Center (2023) menyebutkan 46% Gen Z di AS lebih percaya algoritma daripada intuisi pribadi. Di Indonesia, tren ini juga mencuat, terutama di kalangan anak muda urban yang lebih mengandalkan AI daripada eksplorasi mandiri.

Maka, tantangan kita kini bukan sekadar mengenal AI, tetapi menumbuhkan etika penggunaannya. Diperlukan pendidikan reflektif—tak hanya STEM, tetapi juga filsafat dan humaniora—serta kebijakan yang menanamkan literasi digital yang kritis sejak dini.

Tanpa itu, disrupsi ini akan terus berjalan secara senyap, menumpulkan kemampuan dasar manusia: berpikir, merasa, dan memilih secara sadar.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video