Dipublish oleh Tim Towa | 23 Oktober 2025, 15:19 WIB
Towa News, Jakarta - Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua RI Soeharto terus memicu kontroversi di berbagai kalangan. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan melayangkan kritik keras setelah nama Soeharto resmi masuk dalam daftar 40 tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional tahun 2025.
Ketua DPP PDIP, Ribka Tjiptaning Proletariyati, mengaku heran dengan usulan tersebut.
"Ya kalau catatan ku sih, pahlawan apa ya? Yang hanya bisa membunuh jutaan rakyatnya yang tak bersalah. Apa pantas dikasih gelar pahlawan," kata Ribka saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (23/10).
Ribka pesimistis pemerintah akan mendengar penolakan publik, apalagi Presiden Prabowo Subianto juga belum selesai dengan kasus HAM masa lalu.
"Iya memang Prabowo saja belum selesai dengan kasus HAM-nya. Kelemahan bangsa Indonesia mudah lupa," katanya kepada CNN Indonesia.
Politikus PDIP lainnya, Guntur Romli, mengaku miris dengan usulan ini. Menurutnya, usulan tersebut seakan menukar Soeharto dengan gelar pahlawan Gus Dur dan Marsinah, yang juga masuk dalam daftar 40 nama.
"Padahal Gus Dur dan Marsinah dikenal melawan Soeharto dan Orde Baru maka, secara logika tidak mungkin semuanya disebut pahlawan," ujar Guntur seperti dikutip CNN Indonesia.
Ia menegaskan Soeharto tetap dengan fakta sejarah sebagai mantan presiden yang digulingkan gerakan Reformasi '98 akibat praktik KKN dan tindakan HAM berat.
"Soeharto tetap dengan fakta sejarah, mantan presiden yang digulingkan oleh gerakan Reformasi '98 karena KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), otoriter dan pelanggaran HAM berat," katanya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendukung pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 mendatang, seperti dilansir Liputan6.com, Rabu (22/10/2025).
Sekretaris Jenderal Partai Golkar M. Sarmuji menilai Soeharto layak menyandang gelar pahlawan nasional karena dikenal sebagai bapak pembangunan.
"Kita mengalami swasembada pangan di jaman Pak Harto, teknologinya juga begitu, kita waktu itu bangga sekali dengan kemampuan dirgantara kita, itu semua karena jasa-jasa Pak Harto," kata Sarmuji di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (22/10/2025), seperti dikutip Okezone.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah bentuk pengkhianatan terbesar atas mandat rakyat sejak 1998.
"Soeharto jatuh akibat protes publik yang melahirkan reformasi, oleh karena itu, menganugerahi Soeharto gelar pahlawan nasional bisa dipandang sebagai akhir dari reformasi itu sendiri," kata Usman dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025), seperti dilansir Suara.com.
Usman menyebut selama 32 tahun berkuasa, Soeharto memimpin dengan otoriter melalui rezim Orde Baru yang mengekang kebebasan berekspresi, membungkam oposisi, dan menormalisasi praktik pelanggaran HAM secara sistematis.
"Rezim Soeharto mengekang kebebasan berekspresi, membungkam oposisi, dan menormalisasi praktik pelanggaran HAM secara sistematis," ungkap Usman seperti dikutip Suara.com.
Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) juga menyuarakan penolakan serupa. Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menyebut usulan itu sebagai langkah mengecewakan, meski tidak mengejutkan.
"GEMAS sudah memberikan surat terbuka yang ditandatangani lebih dari 100 lembaga dan individu berisi penolakan kepada Kementerian Sosial," kata Dimas seperti dilansir Koma.id, Rabu (22/10/2025).
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan semua nama yang diusulkan telah memenuhi syarat.
"Semua syarat-syaratnya sudah terpenuhi, maka kita teruskan ke Dewan Gelar," kata Mensos di Kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Selasa (21/10/2025), seperti dikutip JPNN.com.
Berkas usulan 40 nama calon pahlawan nasional, termasuk Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah, telah diserahkan kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon.
Fadli Zon menambahkan bahwa dewan GTK akan menyeleksi kembali 40 nama yang telah diserahkan bersama anggota GTK lainnya yang terdiri dari Menko Politik dan Keamanan Jamari Chaniago, Menteri Agama Nazaruddin Umar, mantan Kapolri Sutarman, Marsekal TNI Imam Supaat, serta sejumlah sejarawan, seperti dilansir Suara Surabaya.
"Tentu nanti kami akan bersidang. Rencananya besok bersama Tim Dewan Gelar. Setelah itu, hasilnya akan kami sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia," kata Fadli seperti dikutip CNN Indonesia, Selasa (21/10/2025).
"Kami akan bersidang untuk membahas, mengkaji ini dan nanti akan kita sampaikan hasilnya kepada Presiden Republik Indonesia," tambah Fadli.
Selain Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah, beberapa nama lain yang diusulkan antara lain:
Keputusan akhir mengenai penganugerahan gelar pahlawan nasional akan menjadi hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto setelah melalui pembahasan dan kajian mendalam dari Dewan GTK.
Polemik ini menunjukkan masih adanya perbedaan pandangan yang tajam di masyarakat Indonesia mengenai evaluasi sejarah dan rekam jejak kepemimpinan masa lalu.
Sumber: CNN Indonesia,JPNN.com, Okezone, Suara.com, Liputan6.com
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.
Pemerintah Siapkan 500 Ribu Peluang Kerja di Luar...
Towa News | 12 November 2025, 13.24 WIB
Polisi Buru Pengendara yang Ngerokok di Jalan, Denda...
Towa News | 12 November 2025, 12.25 WIB
Prabowo Temui PM Albanese di Sydney, Bahas Penguatan...
Towa News | 12 November 2025, 11.51 WIB
Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Tuntutan Kenaikan UMP...
Towa News | 12 November 2025, 11.47 WIB
Prabowo Gelar Rapat Khusus di Halim Sebelum Berangkat...
Towa News | 11 November 2025, 16.38 WIB