Rembuk Pemuda NTB: Rahayu Saraswati, Tokoh Politik Muda dan Nilai Kepemimpinan

Dipublish oleh Tim Towa | 19 Oktober 2025, 02:28 WIB

Bagikan:
X
Rembuk Pemuda NTB: Rahayu Saraswati, Tokoh Politik Muda dan Nilai Kepemimpinan
Sumber foto: rembuk pemuda DKI Jakarta

Towa, Jakarta - Rembuk Pemuda NTB melihat Rahayu saraswati mengambil langkah politiknya untuk mundur dari kursi anggota DPR RI bukan sebagai sebuah kegagalan. Mundurnya Rahayu Saraswati memunculkan beragam spekulasi dan perbincangan pada ruang-ruang publik. Banyak yang menganggap keputusan itu mengejutkan serta sebagian lainnya menilai sebagai sebuah bentuk kerugian bagi parlemen. Akan tetapi jika kita melihat lagi lebih dalam, keputusan itu kemudian membawa kita untuk melihat wajah lain dari politik Indonesia, sebuah wajah yang lebih jelas dan berakar pada nilai-nilai kejujuran, keberanian, serta keteladanan. Di tengah budaya politik yang sering kali dipenuhi kompromi, sikap Rahayu Saraswati menghadirkan preseden bahwa jabatan bukanlah segalanya.

Rahayu Saraswati, yang kerap disapa Kak Saras merupakan keterwakilan politisi muda yang lahir dari keluarga elit politik. Tapi yang menariknya adalah ia tidak sekadar menumpang pada nama besar keluarga melainkan mampu membuktikan dirinya sebagai sosok pribadi yang mandiri dan vokal pada ranah terjal, yaitu memperjuangkan kepentingan masyarakat. Ia kemudian tidak ingin menjadi sebuah simbol kosong yang hanya menempel dalam tradisi politik keluarganya. Sebaliknya, ia memilih jalannya sendiri dengan meneguhkan idealisme bahwa politik adalah ruang untuk mengabdi bukan sekadar ruang untuk berkuasa.

Kita masih ingat bagaimana kemudian Kak Saras di parlemen sering dan selalu mengangkat isu-isu yang sering terpinggirkan, terutama tentang kesetaraan perempuan, perlindungan anak dan juga hak-hak masyarakat yang rentan. Suaranya sering terdengar lantang dan jelas bukan hanya sekadar pengikut arus mayoritas. Meski ia tumbuh dari latar belakang elit, hatinya akan tetap berpihak pada mereka yang kerap tak punya ruang bersuara. Inilah yang membuat kehadirannya di DPR berbeda. Ia mampu untuk membawa wajah muda yang tidak canggung memperjuangkan mereka yang termarjinalkan dan terpinggirkan.

Sebetulnya Saraswati mundur dari DPR tidak hanya bisa dibaca sebagai sebuah langkah pribadi melainkan juga sebagai refleksi daripada kondisi politik kita hari ini. Politik Indonesia sering kali menempatkan jabatan sebagai ukuran keberhasilan. Tetapi Saraswati seolah ingin mengingatkan bentuk dan ukuran keberhasilan bukan seberapa lama seseorang duduk di kursi parlemen tetapi seberapa besar rasa teguh ia menjaga nilai yang diyakini. Pada titik ini, ia memberi preseden penting. “bahwa keberanian untuk mundur adalah bagian dari kepemimpinan”. Justru dari sini ia menunjukkan bahwa dirinya berbeda karena berani menolak terjebak pada bentuk logika kekuasaan yang hanya menilai dari kursi yang ditempati.

Rembuk Pemuda NTB memiliki pandangan bahwa figure seorang Saraswati akan selalu menjadi cermin yang berharga. Ia bukan hanya terlihat sebagai politisi muda tetapi juga sebagai seorang teladan. Anak muda yang menekuni politik sering kali dianggap sekadar penghibur atau pelengkap. Namun Saraswati membantah anggapan itu dengan kerja nyatanya di DPR, dengan gagasan-gagasan yang jernih  dengan sikap politik yang konsisten. Mundurnya ia dari DPR tidak bisa dikatakan sebagai kegagalan melainkan sebagai sebuah langkah untuk menjaga prinsip dan itu merupakan sesuatu yang sangat langka di dunia politik kita.

Dari sisi politik gender kehadiran Saraswati juga penting untuk diketahui. Ia menjadi salah satu figur perempuan muda yang vokal mendorong kesetaraan. Menurutnya, isu perempuan bukan sekadar jargon politik melainkan panggilan nurani. Ia tahu betul bahwa politik yang sehat harus memberi ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi secara nyata dan bukan hadir secara simbolik. Dalam banyak kesempatan, ia menunjukkan kepekaannya untuk membantu mereka yang bisa ia jangkau, baik melalui advokasi kebijakan maupun melalui kerja-kerja sosial yang senyap. Pikiran jernihnya tentang pentingnya pemajuan kesetaraan perempuan di parlemen adalah warisan yang akan terus dikenang walaupun juga ketika ia tidak lagi duduk di kursi DPR.

Dari perspektif politik yang lebih besar keputusan Saraswati ini juga dapat dibaca sebagai koreksi terhadap praktik politik yang terlalu berorientasi pada kekuasaan. Ia menegaskan bahwa politik harus dilihat sebagai ruang untuk memperjuangakan nilai bukan sebagai ruang transaksi. Dalam sejarah politik Indonesia tidak cukup banyak tokoh yang berani mundur dari jabatan demi menjaga prinsip. Sebagian besar justru berusaha untuk bertahan bahkan mempertahakna dengan segala cara. Saraswati membalik pola itu, ia kemudian mengajarkan bahwa mundur juga bisa menjadi bagian dari kemajuan asalkan dilakukan dengan kesadaran moral.

Kita bisa melihat hal ini sebagai sinyal positif bagi demokrasi di Indonesia. Mundurnya Saraswati tidak berarti hilangnya suara anak muda melainkan akan melahirkan banyak inspirasi bahwa anak muda bisa hadir dalam politik dengan cara yang berbeda. Ia menjadi bukti bahwa kepemimpinan anak muda tidak harus selalu ditandai dengan keberhasilan meraih jabatan tinggi, melainkan juga dengan keberanian mengambil keputusan sulit demi menjaga integritas.

Teladan ini penting bagi generasi muda yang mungkin masih ragu untuk terjun ke politik. Banyak anak muda yang sinis dan kurang perhatian terhadap politik. Ada banyak yang menganggapnya kotor dan penuh tipu daya. Tetapi Saraswati memberi pesan lain. Politik bisa dijalani dengan cara yang bersih melalui bentuk penawaran terhadap nilainya dan dengan keberanian untuk melawan arus. Ia menunjukkan bahwa politik bukan hanya tentang kursi tetapi tentang makna pengabdian.

Pada konteks yang lain dalam artian partainya sendiri, langkah Saraswati memberikan pelajaran bahwa kader muda bisa menunjukkan kualitas kepemimpinan yang berbeda. Partai politik sering kali dipandang hanya memanfaatkan anak muda sebagai wajah segar dalam kampanye, tetapi tidak memberi ruang penuh untuk mereka berkembang. Saraswati menolak pola itu. Dengan keputusannya, ia seakan berkata bahwa anak muda juga bisa memiliki standar moral yang tinggi standar yang mungkin tidak selalu sejalan dengan logika pragmatismenya partai.

Lebih jauh lagi konteks dari mundurnya Saraswati juga memperkaya diskursus tentang makna kepemimpinan di era sekarang. Kita hidup di masa di mana politik sering kali kehilangan makna substansial. Banyak orang melihat politik hanya sebagai arena kompetisi kekuasaan. Tetapi Saraswati hadir dengan memberi warna baru “kepemimpinan yang menekankan nilai, integritas, dan keberanian moral”. Ia menegaskan bahwa kepemimpinan bukan soal berapa banyak pengikut atau seberapa tinggi jabatan yang dipegang akan tetapi bentuknya adalah seberapa konsisten seseorang dalam menjaga prinsip.

Kita melihat bahwa ia menjadi teladan nyata bagi anak muda tentang makna nilai dan prinsip kepemimpinan. Ia membuktikan bahwa menjadi pemimpin bukan soal bertahan mati-matian di kursi kekuasaan akan tetapi ada bentuk untuk menunjukan soal keberanian untuk mengambil keputusan sesuai hati Nurani walaupun itu berarti kehilangan posisi. Justru di sanalah letak kekuatan sejatinya.

Rahayu Saraswati mungkin tidak lagi duduk di parlemen, tetapi jejak langkahnya akan terus membekas. Keputusannya yang tampak sederhana tetapi sesungguhnya sangat bermakna ini bisa menjadi inspirasi lintas generasi. Ia telah mengajarkan bahwa dalam politik yang paling mendasar adalah sebuah hal yang sifatnya penting bukanlah kekuasaan itu sendiri justru bentuknya berupa nilai yang kita jaga. Dari sana, politik menjadi jalan pengabdian, bukan sekadar perebutan kursi.

Dengan sikapnya, Saraswati meninggalkan pesan yang jelas “anak muda bisa menjadi teladan dalam politik”. Ia telah menunjukkan bahwa idealisme tidak harus dikorbankan demi kekuasaan dan juga bahwa integritas masih bisa dijaga di tengah arus besar pragmatisme politik. Dari jejaknya inilah generasi baru dapat belajar bahwa kepemimpinan sejati justru terlihat ketika seseorang berani memilih jalan yang sulit untuk terus menjaga prinsip yang diyakininya.

 

Penulis: Bahtiar (Jurnalistic Manager at Rembuk Pemuda NTB)

 

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video