Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Buka Data Dana APBD yang Diduga Mengendap di Bank

Dipublish oleh Tim Towa | 22 Oktober 2025, 13:39 WIB

Bagikan:
X
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Buka Data Dana APBD yang Diduga Mengendap di Bank
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ( Foto: Net)

Towa News, Bandung -  Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membuka data lengkap daerah yang disebut menahan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk simpanan di bank. Tantangan ini dilontarkan sebagai respons atas pernyataan Purbaya yang menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah.

"Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/10/2025), seperti dikutip Kompas.com.

Pernyataan Purbaya yang Jadi Pemicu

Polemik ini bermula dari pernyataan Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (20/10/2025). Menteri Keuangan menyebutkan dana sebesar Rp 234 triliun masih mengendap di bank per akhir September 2025 akibat lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah.

Dari total tersebut, Jawa Barat tercatat memiliki simpanan terbesar kelima dengan nilai Rp 4,17 triliun, dilansir dari Kompas.com (22/10/2025). Provinsi lain yang disebut adalah DKI Jakarta dengan Rp 14,683 triliun dan Jawa Timur sebesar Rp 6,8 triliun, sebagaimana dikutip Liputan6.com (22/10/2025).

"Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun," ujar Purbaya, dikutip dari Kompas.com.

Ia menegaskan bahwa masalahnya bukan pada kurangnya dana, melainkan keterlambatan eksekusi program di daerah. "Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi untuk memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat," tambahnya dalam kesempatan yang sama.

Purbaya juga menyampaikan pesan tegas kepada pemerintah daerah. "Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat," tegasnya, seperti dikutip Kompas.com.

Dedi Mulyadi Koreksi Data dan Minta Transparansi

Gubernur Dedi Mulyadi menilai tudingan Purbaya tidak sepenuhnya tepat karena tidak semua daerah menahan belanja atau menimbun uang di perbankan. Bahkan, ia mengoreksi data yang disampaikan pemerintah pusat.

Saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (21/10/2025), Dedi menyatakan bahwa sisa dana APBD Jawa Barat yang tersimpan dalam bentuk giro hanya sebesar Rp 2,41 triliun, bukan Rp 4,17 triliun seperti disebutkan.

"Bukan Rp 4 triliun, tapi Rp 2,4 triliun. Oh, tapi Alhamdulillah, kalau di Bank Indonesia (BI) masih ada dana Pemprov Jabar Rp 4 triliun," ucap Dedi, dikutip Kompas.com (22/10/2025).

Dedi menjelaskan lebih rinci kepada wartawan di lokasi yang sama. "Di BJB, dalam bentuk bukan deposito tetapi giro, itu peruntukannya untuk melakukan pembayaran terhadap kegiatan-kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat seperti pembangunan jalan, pembangunan ruang kelas baru, kemudian pembangunan irigasi, pembangunan PJU, dan berbagai kegiatan pembangunan lainnya," jelasnya, dilansir Bandung.kompas.com (21/10/2025).

Dedi menegaskan, dana tersebut masih dibutuhkan untuk menuntaskan belanja daerah hingga Desember 2025. "Sampai akhir Desember kami masih perlu lagi sekitar Rp 5 triliun lagi. Jadi nanti di Desember, mungkin bisa malah kurang kalau saya dorongin terus pembangunannya," ujar Dedi, seperti dikutip Kompas.com.

Desakan Umumkan Daerah Bermasalah

Dedi mendesak pemerintah pusat membuka daftar daerah-daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito agar tidak membangun opini negatif terhadap daerah lain yang sudah bekerja dengan baik.

"Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito," kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kompas.com (22/10/2025).

"Hal ini sangat penting untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik," tambahnya.

Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi ini juga mempertanyakan apakah dana APBN di kementerian sudah habis terserap seluruhnya. "Nah, kemudian juga kami pertanyakan juga, apakah dana yang tersimpan itu yang belum dibelanjakan sepenuhnya hanya ada di kabupaten, kota, dan provinsi? Apakah di kementerian hari ini sudah habis dananya? Ya, dicek saja," terang Dedi, sebagaimana dikutip Kompas.com.

Purbaya Tegaskan Data dari Bank Indonesia

Merespons bantahan Dedi Mulyadi, Purbaya menegaskan bahwa data yang ia sampaikan bersumber langsung dari Bank Indonesia, bukan hasil perhitungan internal Kementerian Keuangan.

"Itu kan dari laporan perbankan, data Pemda. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan secara berkala," kata Purbaya di kantornya, Selasa (21/10/2025)

Purbaya bahkan dalam nada berkelakar menyinggung kemungkinan Gubernur Dedi tidak mendapatkan laporan yang akurat dari bawahannya. "Kalau dia mau periksa, periksa aja sendiri," ujarnya.

Menteri Keuangan juga menegaskan komitmennya untuk transparan soal data tersebut. "Kalau mau kita buka semua, tidak ada masalah. Data ini kan dari BI, bukan dari kami," tambah Purbaya.

Masalah Dana Transfer yang Tertunda

Dalam pembelaannya, Dedi Mulyadi juga menyoroti adanya dana transfer dari pemerintah pusat yang belum dibayarkan seluruhnya kepada Jawa Barat, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH).

"Di mana minus (Rp 5 triliun) itu menutupi? Ya nunggu pendapatan daerahnya masuk, dana transfer dari pemerintah pusatnya masuk, termasuk juga kurang bayarnya pemerintah pusat pada Provinsi Jawa Barat," jelas Dedi saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, dikutip Kompas.com (22/10/2025).

"Dana DBH yang tahun lalu belum lunas bayarnya, masih Rp 191 miliar lagi belum lunas tuh," sambung Dedi dalam kesempatan yang sama.

Dedi juga menekankan pentingnya tidak menyamaratakan kondisi semua daerah. "Jangan menyamaratakan semua daerah. Sebagian pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya cepat dirasakan masyarakat," katanya, seperti dikutip Kompas.com.

Transparansi Data Menjadi Kunci

Polemik ini mencerminkan perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dan daerah mengenai makna "dana mengendap" serta kompleksitas realisasi anggaran di tingkat daerah.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai penting bagi kedua belah pihak untuk membuka data secara transparan. "Kalau memang ada perbedaan data, sebaiknya diklarifikasi dengan membuka angka-angka yang valid sehingga tidak menimbulkan polemik berkepanjangan," ujarnya kepada Liputan6.com (22/10/2025).

Publik kini menanti transparansi data yang dijanjikan kedua belah pihak untuk mengklarifikasi situasi sebenarnya dan memastikan bahwa dana APBD benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

 

Sumber: Kompas.com,Liputan6.com, Republika.co.id,

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video