PM Thailand Paetongtarn Shinawatra Diskors dari Jabatan Usai Skandal Telepon

Dipublish oleh Tim Towa | 02 Juli 2025, 09.29 WIB

PM Thailand Paetongtarn Shinawatra Diskors dari Jabatan Usai Skandal Telepon
Foto : AFP/LILLIAN SUWANRUMPHA

Towa News, Bangkok  Mahkamah Konstitusi Thailand pada Selasa (1/7/2025) resmi menskors Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dari jabatannya.1 Keputusan ini diambil menyusul penyelidikan atas percakapan teleponnya dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, yang dinilai melanggar etika dan mengancam kedaulatan negara.

Kronologi dan Tuduhan Senator

Skorsing Paetongtarn, yang merupakan perdana menteri termuda Thailand di usianya yang ke-38, didasari oleh petisi dari 36 senator konservatif.3 Mahkamah Konstitusi, dengan mayoritas 7-2, memerintahkan Paetongtarn untuk menyerahkan pembelaan tertulis dalam waktu 15 hari.

Para senator menuding Paetongtarn melanggar konstitusi, tidak berintegritas, dan melanggar etika.4 Kebocoran percakapan teleponnya dengan Hun Sen pada 15 Juni 2025, yang membahas sengketa perbatasan kedua negara, menjadi pemicu utama.5 Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn disebut-sebut merujuk seorang komandan militer Thailand sebagai "sisi yang berlawanan" dan meminta Hun Sen untuk tidak mendengarkan "pihak lain" di Thailand, termasuk seorang jenderal militer yang disebutnya "cuma ingin terlihat keren." Ia juga menawarkan untuk mengurus apa pun yang diinginkan Hun Sen, yang dipanggilnya dengan sebutan "paman."

Publik Thailand merespons keras percakapan tersebut, menganggapnya melemahkan kedaulatan nasional dan merendahkan militer. Jajak pendapat pada 29 Juni 2025 menunjukkan tingkat penerimaan publik terhadap Paetongtarn anjlok tajam dari 30,9 persen pada Maret menjadi 9,2 persen pada Juni.

Pembelaan Paetongtarn dan Dampak Politik

Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi, Paetongtarn menyatakan akan menerima dan berusaha sebaik mungkin untuk membela diri. "Saya hanya memikirkan apa yang harus dilakukan untuk menghindari masalah, apa yang harus dilakukan untuk menghindari konfrontasi bersenjata, agar para prajurit tidak menderita kerugian apa pun," ujarnya. Ia juga meminta maaf kepada para pendukungnya dan menegaskan akan terus bekerja untuk negara sebagai warga negara Thailand.

Sebagai konsekuensi dari skandal ini, Partai Bhumjaithai, mitra terbesar kedua dalam koalisi pemerintahan, telah meninggalkan koalisi. Ribuan demonstran juga turun ke jalanan Bangkok pada Sabtu (28/6/2025) menuntut pengunduran diri Paetongtarn.

Perombakan Kabinet dan Penjabat PM

Sebelum putusan pengadilan keluar, Paetongtarn terpaksa merombak kabinet setelah keluarnya Partai Bhumjaithai dari koalisi. Dalam kabinet baru yang telah disetujui Raja Vajiralongkorn, Paetongtarn mencalonkan diri sendiri untuk jabatan tambahan sebagai Menteri Kebudayaan. Setelah skorsing, Wakil Perdana Menteri Suriya Juangroongruangkit akan menjabat sebagai penjabat perdana menteri, sementara Paetongtarn akan tetap menjabat sebagai Menteri Kebudayaan.

Spekulasi Kudeta dan Manuver Hukum

Krisis politik ini menambah daftar panjang kekosongan kepemimpinan di Thailand di tengah perlambatan ekonomi. Kekhawatiran akan kudeta militer kembali mencuat, mengingat sejarah panjang keterlibatan militer dalam politik Thailand. Namun, para analis seperti David Hutt dari Institut Studi Asia Eropa Tengah (CEIAS) menilai skenario kudeta militer tidak mungkin terjadi. Hutt memperkirakan lembaga militer-kerajaan akan lebih memilih menggunakan manuver hukum untuk menyingkirkan Paetongtarn, seperti yang terjadi pada mantan PM Srettha Thavisin tahun lalu yang dicopot karena pelanggaran etika.

Selain skorsing ini, Paetongtarn juga tengah menghadapi penyelidikan atas dugaan pelanggaran etika oleh Kantor Komisi Anti-Korupsi Nasional, yang juga dapat berujung pada pemecatannya.

 

Peran Hun Sen dan Dampaknya pada Hubungan Bilateral

Hun Sen, Presiden Senat Kamboja, adalah pihak yang merekam dan menyebarkan percakapan telepon tersebut. Spekulasi mengenai motifnya beragam, mulai dari mengalihkan perhatian dari isu domestik Kamboja, kekesalan terhadap keluarga Shinawatra, kekhawatiran proposal legalisasi perjudian di Thailand akan merusak industri kasino Kamboja, hingga kemarahan atas tindakan keras Thailand terhadap industri penipuan ilegal di perbatasan.

David Hutt menilai langkah Hun Sen ini sebagai bentuk manipulasi. Meskipun Kamboja dapat mengklaim bahwa pernyataan Hun Sen hanya sebatas pernyataan pribadi sebagai presiden partai dan senat, semua pihak sadar bahwa ia adalah sosok paling berkuasa di Kamboja. Hutt memperingatkan bahwa tindakan Hun Sen dapat berdampak buruk bagi citra Kamboja di mata dunia internasional dan membuat pemimpin asing enggan memercayai keluarga Hun dengan informasi pribadi.

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja semakin memanas setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan di wilayah sengketa Segitiga Zamrud pada Mei lalu. Menyusul skandal telepon ini, Thailand pada Senin (23/6/2025) resmi menutup semua perbatasannya dengan Kamboja, kecuali untuk perawatan medis dan mahasiswa, serta memperpendek status visa warga Kamboja setelah Kamboja menyetop impor buah-buahan dan sayur Thailand, serta melarang penayangan acara TV dan film negara tetangganya itu.

 

Sumber : Detiknews, REUTERS, aljazeera.com

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video