Sembilan Karyawan Swasta Gugat UU Perpajakan ke MK, Tolak Pajak Pensiun dan Pesangon

Dipublish oleh Tim Towa | 11 Oktober 2025, 14:15 WIB

Bagikan:
X
Sembilan Karyawan Swasta Gugat UU Perpajakan ke MK, Tolak Pajak Pensiun dan Pesangon
Ilustrasi Kantor Mahkamah Konsitusi ( Foto: Detiknews)

Towa News, Jakarta - Sembilan karyawan swasta mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Mereka meminta MK membatalkan ketentuan yang mewajibkan pemotongan pajak atas uang pensiun dan pesangon.

Gugatan yang diregistrasi pada Jumat (10/10/2025) dengan nomor perkara 186/PUU-XXIII/2025 ini menyasar Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang telah direvisi melalui UU HPP.

Para pemohon menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 28D ayat (1) tentang kepastian hukum yang adil, Pasal 28H ayat (1) tentang hak hidup sejahtera, serta Pasal 34 ayat (2) tentang jaminan sosial.

"Menyatakan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh jo. UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan Tahun 2021 bertentangan dengan UUD 1945," demikian bunyi permohonan yang diajukan.

Minta Pemerintah Hentikan Pemungutan Pajak

Dalam gugatannya, para pemohon meminta MK menyatakan ketentuan perpajakan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap pesangon, uang pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan Jaminan Hari Tua (JHT).

Mereka juga meminta MK memerintahkan pemerintah untuk tidak mengenakan pajak atas pensiun, pesangon, THT, dan JHT bagi seluruh rakyat Indonesia, baik pegawai pemerintah maupun pegawai swasta.

Selain itu, para pemohon mendesak agar MK memerintahkan pembentuk undang-undang, dalam hal ini Pemerintah dan DPR, untuk menyesuaikan sistem perpajakan dengan konstitusi yang menjanjikan kesejahteraan hidup, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.

Gugatan Kedua dalam Waktu Dekat

Permohonan ini merupakan gugatan kedua terkait pajak pensiun dan pesangon yang diadili MK dalam waktu dekat. Sebelumnya, perkara nomor 170/PUU-XXIII/2025 telah menggelar sidang perdana pada Senin (6/10/2025) dengan mengajukan hal yang sama.

Dalam dalil pemohon yang dibacakan kuasa hukum Ali Mukmin pada perkara sebelumnya, disebutkan bahwa pesangon dan pensiun merupakan penghasilan yang dikumpulkan bertahun-tahun, sehingga tidak selayaknya disamakan dengan objek pajak, terlebih diberlakukan secara progresif.

Hingga berita ini ditulis, MK belum menjadwalkan sidang perdana untuk perkara nomor 186/PUU-XXIII/2025.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video