Gugat UU Kementerian, Mahasiswa Desak MK Larang Menteri Jadi Pengurus Parpol

Dipublish oleh Admin | 30 April 2025, 13.15 WIB

Gugat UU Kementerian, Mahasiswa Desak MK Larang Menteri Jadi Pengurus Parpol
Empat mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 23 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK) ( Dok.Mahkamah Konsitusi)

Towa News, Jakarta – Empat mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 23 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta MK melarang menteri merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik (parpol), karena dianggap mengganggu profesionalisme dan merusak sistem check and balances dalam pemerintahan.

Alasan Gugatan

Para pemohon—Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah, dan Vito Jordan Ompusunggu—menyatakan bahwa praktik rangkap jabatan menteri sebagai pengurus parpol menyebabkan degradasi pelayanan publik dan melemahkan fungsi pengawasan legislatif terhadap eksekutif. Mereka menilai hal ini melanggar hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Kuasa hukum para pemohon, Abu Rizal Biladina, menyebut bahwa banyak menteri yang terlibat dalam praktik korupsi merupakan pengurus parpol, sehingga memperkuat argumen bahwa rangkap jabatan ini merugikan tata kelola pemerintahan yang baik dikutip dari antara news.

Pasal yang Dipersoalkan

Pasal 23 huruf c UU Kementerian Negara menyatakan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai "pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah." Namun, pasal ini tidak secara eksplisit melarang menteri menjadi pengurus parpol. Para pemohon meminta MK untuk menafsirkan pasal tersebut agar mencakup larangan bagi menteri menjabat sebagai pengurus parpol .

Praktik Rangkap Jabatan di Pemerintahan

Dalam permohonannya, para mahasiswa menyebut bahwa praktik menteri merangkap jabatan sebagai pengurus parpol telah terjadi sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan berlanjut hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo serta Presiden Prabowo Subianto. Mereka menyoroti beberapa ketua umum partai yang menjabat sebagai menteri, seperti Zulkifli Hasan (PAN), Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Bahlil Lahadalia (Golkar)  di kutip dari Kompas.com.

Tanggapan Hakim MK

Sidang pendahuluan perkara Nomor 35/PUU-XXIII/2025 digelar pada Senin, 28 April 2025, dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan didampingi Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh dan Arsul Sani. Hakim Arsul Sani meminta para pemohon untuk memperkuat argumentasi mengenai bagaimana rangkap jabatan menteri sebagai pengurus parpol menghambat fungsi pengawasan DPR. Ia menekankan perlunya bukti konkret bahwa check and balances terganggu akibat praktik tersebut  di kutip dari IDN Times.

Hakim Daniel Yusmic P Foekh menyarankan agar para pemohon menyertakan perbandingan dengan negara lain yang memiliki sistem pemerintahan serupa, untuk memperkuat argumen mereka. Majelis hakim memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonan mereka sebelum sidang dilanjutkan.

Gugatan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap potensi konflik kepentingan dan penurunan kualitas pemerintahan akibat rangkap jabatan menteri sebagai pengurus parpol. Keputusan MK atas perkara ini akan menjadi preseden penting dalam upaya memperkuat sistem presidensial dan demokrasi di Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video