Industri Kripto Berpotensi Ciptakan 1,22 Juta Lapangan Kerja dan Sumbang Rp260 Triliun ke PDB Nasional

Dipublish oleh Tim Towa | 15 Oktober 2025, 15.51 WIB

Industri Kripto Berpotensi Ciptakan 1,22 Juta Lapangan Kerja dan Sumbang Rp260 Triliun ke PDB Nasional
Ilustrasi BTC ( Foto: pinterest)

Towa News, Jakarta - Industri aset kripto di Indonesia memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Studi terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengungkapkan bahwa sektor ini dapat menciptakan hingga 1,22 juta lapangan kerja baru dan memberikan kontribusi sebesar Rp189,46 triliun hingga Rp260,36 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Angka tersebut setara dengan 0,86 persen hingga 1,18 persen dari PDB nasional, dengan syarat seluruh transaksi ilegal dapat dialihkan ke platform yang memiliki izin resmi.

Kontribusi Saat Ini Capai Rp70 Triliun

Peneliti LPEM FEB UI, Prani Sastiono, Ph.D., menjelaskan bahwa pada tahun 2024, perdagangan aset kripto telah memberikan kontribusi sebesar Rp70,04 triliun atau sekitar 0,32 persen terhadap PDB nasional. Sektor ini juga telah menciptakan lebih dari 333 ribu lapangan kerja.

"Dampak terhadap perputaran ekonomi nyata akan muncul apabila dana hasil perdagangan aset kripto digunakan di dalam negeri untuk kegiatan produktif," ujar Prani dalam keterangan tertulis yang dikutip dari kompas.com pada Rabu (15/10/2025).

Prani menegaskan bahwa penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi akan terwujud bila pendapatan dari aktivitas perdagangan kripto dialirkan kembali ke sektor riil melalui konsumsi dan investasi domestik.

Survei: 82 Persen Beli Kripto untuk Investasi Jangka Panjang

Hasil survei LPEM FEB UI terhadap 1.227 responden mengungkapkan sejumlah temuan penting mengenai perilaku pasar aset kripto di Indonesia. Sebanyak 82 persen responden menyatakan membeli aset kripto untuk investasi jangka panjang.

Namun, sekitar 20 persen pengguna bertransaksi di platform legal dan ilegal secara bersamaan, sementara sekitar 5 persen menggunakan platform yang tidak berizin.

Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat masih memilih platform ilegal karena dinilai lebih mudah diakses, menawarkan variasi aset yang lebih beragam, serta memiliki beban pajak yang lebih ringan dibandingkan platform berizin.

Lima Rekomendasi Kebijakan

Untuk mendorong pertumbuhan ekosistem kripto yang sehat dan berkelanjutan, LPEM FEB UI merekomendasikan lima langkah kebijakan utama:

Pertama, memperkuat pengawasan terhadap platform ilegal melalui kolaborasi antarotoritas. Kedua, meningkatkan literasi keuangan digital dan perlindungan data pengguna.

Ketiga, mempercepat diversifikasi produk seperti tokenisasi proyek domestik dan stablecoin beragunan jelas. Keempat, meninjau kembali kebijakan pajak agar seimbang antara penerimaan negara dan daya saing industri legal.

"Selain itu, juga memperbarui aturan periklanan agar platform berizin dapat beriklan di media sosial dengan tetap menjaga edukasi dan transparansi publik," ujar Prani.

AFTECH: Kripto Bukan Sekadar Tren Teknologi

Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Pandu Sjahrir, menyambut positif hasil studi tersebut. Ia menegaskan bahwa hasil riset ini merupakan bukti nyata industri aset kripto memiliki potensi besar dalam mendukung transformasi ekonomi digital Indonesia.

"Angka-angka tersebut memperlihatkan bahwa kripto bukan sekadar tren teknologi, tetapi motor ekonomi baru yang mampu menciptakan lapangan kerja, memperluas inklusi keuangan, dan meningkatkan penerimaan negara jika dikelola dengan tata kelola yang baik," tutur Pandu.

AFTECH menilai bahwa rekomendasi LPEM FEB UI selaras dengan agenda strategis pengembangan industri aset digital di Indonesia. Asosiasi meyakini keseimbangan antara inovasi dan regulasi merupakan kunci utama untuk membangun industri kripto yang inklusif, transparan, dan berdaya saing global.

"AFTECH percaya bahwa pertumbuhan industri kripto harus berjalan seiring dengan penguatan tata kelola, transparansi, dan perlindungan konsumen. Hasil riset dari LPEM UI menjadi dasar penting bagi pembuat kebijakan untuk melihat aset digital bukan sebagai risiko, melainkan sebagai peluang ekonomi nyata bagi Indonesia," tutup Pandu Sjahrir.

 

Sumber:

  • Prani Sastiono, Ph.D., Peneliti LPEM FEB UI 

  • Pandu Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia/AFTECH 

  • Kompas.com,mediaindonesia

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video