Dipublish oleh Tim Towa | 12 Juni 2025, 10.11 WIB
Towa News, Jakarta - Penetapan administratif empat pulau—Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang—sebagai wilayah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) oleh Kemendagri menuai penolakan keras dari Provinsi Aceh. Keputusan ini mengacu pada Keputusan Mendagri Nomor 050‑145 Tahun 2022 dan diperbarui melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2‑2138 Tahun 2025 per 25 April 2025, yang secara resmi memasukkan empat pulau itu ke dalam Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut .
Penentuan ini didasarkan pada hasil verifikasi teknis sejak 2008 dan kajian spasial lanjutan. Safrizal Zakaria Ali dari Kemendagri menjelaskan bahwa dengan menarik batas darat secara vertikal ke laut, keempat pulau secara geografis berada lebih dekat ke pantai Tapteng—misalnya Pulau Panjang hanya 1,9 km dari garis pantai Sumut. Di sisi lain, Aceh mengajukan pembelaan melalui dokumen historis—termasuk bangunan tugu, prasasti, kuburan, dan peta kesepakatan yang dibuat pada 1992—dan berkukuh bahwa pulau tersebut adalah bagian dari wilayahnya .
Menanggapi perbedaan klaim tersebut, Gubernur Sumut Bobby Nasution mendatangi Banda Aceh pada 4 Juni untuk berdialog langsung dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Bobby menegaskan bahwa keputusan ini merupakan hasil kebijakan pusat bukan provinsi, dan mengusulkan kerja sama pengelolaan potensi pulau—“kalau bisa dikelola bersama, why not” .
Sementara itu, Aceh memperkuat posisinya melalui DPD dan DPRA—DPD Aceh telah menyusun materi sejak tahun 2017, sementara DPRA mendesak pembentukan pansus untuk memperjuangkan pengembalian pulau tersebut . Pemerintah Aceh juga mempersiapkan jalur peninjauan administratif dan hukum, termasuk kemungkinan gugatan ke PTUN bahkan ke Mahkamah Agung .
Secara resmi, Kemendagri membuka opsi mediasi antargubernur melalui Kemenko Polhukam dan menyatakan bersedia menerima evaluasi serta gugatan hukum dari pihak yang merasa dirugikan. Tito Karnavian menekankan bahwa keputusan ini hasil konsultasi panjang dengan delapan instansi teknis nasional dan berlaku sesuai UU Pemerintahan Daerah, serta bukan kebijakan sepihak
Saat ini, publik menantikan apakah mediasi yang difasilitasi pemerintah pusat akan membuahkan kesepakatan pragmatis—atau jika tidak, sengketa akan berlanjut melalui proses hukum resmi. Selain itu, langkah strategis berikutnya seperti kajian migas, peninjauan peta batas laut, dan kepastian administratif menjadi kunci menuju penyelesaian. Jika tidak dikelola hati-hati, perseteruan ini berisiko merusak kepercayaan masyarakat dan mengancam stabilitas sosial di kedua provinsi.
Sumber:
(suara.com).
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.
DPR RI Resmi Sahkan UU APBN 2026 Rp...
Towa News | 23 September 2025, 14.41 WIB
Komisi III DPR: Minta Polri Cabut Patwal untuk...
Towa News | 23 September 2025, 10.27 WIB
RDP Dengan Angkasa Pura dan Garuda Indonesia, Kawendra...
Towa News | 23 September 2025, 08.09 WIB
Kementrian HAM Minta DPR Selaraskan Revisi KUHAP dengan...
Towa News | 22 September 2025, 13.13 WIB
Kapolri Bentuk Tim Transformasi Reformasi Polri
Towa News | 22 September 2025, 10.31 WIB
Panglima TNI Larang Jajaran Pakai Strobo Sembarangan
Towa News | 22 September 2025, 10.06 WIB
Presiden Prabowo Tetapkan Kenaikan Gaji ASN, Guru, Dosen,...
Towa News | 22 September 2025, 09.50 WIB
Prabowo Berpidato di Sidang Umum PBB, Melanjutkan Jejak...
Towa News | 22 September 2025, 09.31 WIB
Presiden Prabowo Teken Perpres, Tetapkan IKN Jadi Ibu...
Towa News | 20 September 2025, 13.47 WIB
Prabowo Bertolak ke Jepang dan New York, Menlu...
Towa News | 20 September 2025, 09.12 WIB