58 Gugatan Sengketa Pilkada Masuk ke Mahkamah Konstitusi, Termasuk Pilkada Kota Bima

Dipublish oleh Admin | 07 Desember 2024, 11.06 WIB | Dilihat 100 Kali

58 Gugatan Sengketa Pilkada Masuk ke Mahkamah Konstitusi, Termasuk Pilkada Kota Bima
Foto Bersumber Dari Towa.co.id

Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Jumat (5/12/2024) telah menerima 58 pengaduan terkait sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 dari berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah pengaduan sengketa Pilkada Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Menurut laporan yang dikutip dari Detik.com, MK membuka pengaduan setelah hasil Pilkada ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota. Dari total 58 pengaduan yang masuk, seluruhnya berasal dari tingkat kabupaten dan kota, sementara sengketa Pilkada Gubernur belum mulai diproses.

Pengaduan sengketa Pilkada Kota Bima berada di urutan ke-41. Gugatan pertama yang masuk ke MK berasal dari perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Mulung Raya, disusul oleh Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Empat Lawang.

Sengketa Pilkada Kota Bima diajukan oleh pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota, HM Rum dan Hj Mutmainah, yang dikenal dengan nama paslon AMANAH. Mereka menggugat hasil perhitungan suara yang menurut pleno KPU Kota Bima memberikan kemenangan kepada paslon nomor urut 01, H Arahman dan Feri Sofiyan. Posisi kedua diraih paslon AMANAH, sedangkan paslon nomor urut 03, H Safriansah dan Syamsuddin, berada di urutan ketiga.

Dalam rapat pleno KPU pada 3 Desember 2024, massa pendukung paslon AMANAH menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPU dan Bawaslu Kota Bima. Mereka menuntut keadilan atas dugaan kecurangan yang terjadi selama pemungutan suara pada 27 November 2024.

Tim paslon nomor urut 03 juga melaporkan adanya dugaan pelanggaran, termasuk lebih dari 100 TPS yang diduga terjadi pemilih ganda serta kehadiran warga dari luar daerah yang menggunakan hak pilih di Kota Bima. Selain itu, di Kelurahan Penanae, dilaporkan adanya pemilih yang menggunakan hak suara di beberapa TPS berbeda.

Dugaan lain yang mencuat adalah adanya pemilih sah yang tidak diizinkan mencoblos meskipun telah membawa KTP elektronik, serta ketidaksediaan KPPS menyerahkan salinan data absensi pemilih kepada saksi paslon.

Proses ini kini menjadi perhatian publik, mengingat pentingnya transparansi dan keadilan dalam pelaksanaan Pilkada. Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat menangani sengketa ini dengan profesional dan memberikan keputusan yang adil bagi semua pihak.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video