Kemenbud Pastikan Penulisan Sejarah Nasional Terbuka dan Ilmiah, Uji Publik Segera Digelar

Dipublish oleh Tim Towa | 03 Juli 2025, 10.53 WIB

Kemenbud Pastikan Penulisan Sejarah Nasional Terbuka dan Ilmiah, Uji Publik Segera Digelar
Kementrian Kebudayaan RI Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara I Rabu 2 Juli 2025 (Foto: dok Kemenbud)

Towa News, Jakarta -Kemenbud Pastikan Penulisan Sejarah Nasional Terbuka dan Ilmiah, Uji Publik Segera Digelar– Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia menegaskan komitmennya untuk memastikan proses penulisan sejarah nasional dilakukan secara terbuka, ilmiah, dan inklusif. Upaya ini bertujuan agar narasi sejarah yang dihasilkan lebih objektif dan berdasarkan fakta yang teruji.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, saat menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (2/7/2025).

"Dalam waktu dekat, tentu akan kita lakukan uji publik karena penulisan sejarah ini sangat terbuka untuk didiskusikan," ujar Menteri Kebudayaan Fadli Zon, seperti dikutip dari detikNews pada Kamis (3/7/2025).

Fadli Zon menekankan bahwa program penulisan sejarah ini bukan inisiatif baru, melainkan kelanjutan dari upaya penyempurnaan narasi sejarah nasional yang telah lama tidak diperbarui. "Terakhir sejarah kita ditulis pada era Habibie, sehingga sudah 26 tahun tidak ada sejarah yang diperbaharui kembali. Inilah yang menjadi landasan penulisan sejarah tersebut," jelasnya, sebagaimana dilaporkan oleh ANTARA.

 

Sejarah sebagai Identitas Bangsa dan Perspektif Indonesia-Sentris

Menurut Fadli Zon, sejarah memiliki arti penting sebagai identitas bangsa dan menjadi momentum strategis untuk mendidik generasi muda agar tidak melupakan jati diri di tengah derasnya arus globalisasi. "Sejarah ini penting dan merupakan identitas bangsa dan penulisan sejarah ini menjadi momentum yang tepat untuk mengedukasi generasi muda supaya jangan lupa akan sejarah, dan sejarah sebagai jati diri bangsa di tengah arus globalisasi yang kuat," tegasnya, dilansir dari Liputan6.com.

Ia menambahkan bahwa penulisan sejarah nasional akan menggunakan perspektif Indonesia-sentris dengan tujuan memperkuat kepentingan nasional. Contohnya, dalam konteks kolonialisme, kepentingan nasional lebih fokus pada aspek perjuangan melawan penjajah, bukan lamanya penjajahan.

Selain itu, Kementerian Kebudayaan juga berniat memperkaya narasi sejarah dengan memasukkan temuan-temuan arkeologi terbaru yang menunjukkan panjangnya sejarah peradaban Nusantara. "Awal sejarah peradaban Indonesia dan berbagai temuan arkeologis terbaru juga ingin kita masukkan ke dalam penulisan sejarah ini yang dimulai dari 1,8 juta tahun lalu dengan berdasarkan pada artefak-artefak yang ditemukan di Indonesia," ungkapnya.

 

Klarifikasi Diksi 'Pemerkosaan Massal' Mei 1998 dan Komitmen Independensi

Terkait isu yang ramai di publik mengenai diksi 'pemerkosaan massal' dalam konteks kerusuhan Mei 1998, Fadli Zon menyatakan tidak pernah menyangkal peristiwa itu terjadi. Namun, ia meragukan penggunaan diksi "massal" yang dianggap identik dengan kejadian yang terstruktur dan sistematis.

"Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Di Nanjing, korbannya diperkirakan 100.000 sampai 200.000, di Bosnia 30.000 sampai 50.000. Nah, di kita, saya tidak menegasikan bahwa itu terjadi, dan saya mengutuk dengan keras," kata Fadli, sebagaimana dikutip dari detikNews. Ia menegaskan bahwa keraguannya akan penggunaan diksi 'massal' tersebut merupakan pendapat pribadi dan tidak berkaitan dengan isi penulisan buku sejarah.

Menteri Kebudayaan juga menekankan bahwa proses penulisan sejarah ini dijaga sepenuhnya dari intervensi pihak manapun, termasuk dirinya sendiri dan internal Kementerian. "Karena memang dalam proses penulisan sejarah ini melibatkan para sejarawan yang telah memiliki kredibilitas dan pengalaman mendalam di bidang sejarah, sehingga tentunya proses penulisan dilakukan dengan penuh ketelitian dan menggunakan data-data yang valid," jelas Fadli Zon.

 

Tone Positif dan Instrumen Pemersatu Bangsa

Selain mengangkat peristiwa penting di dalam negeri, penulisan sejarah ke depan juga diarahkan memiliki tone positif dengan menyoroti capaian-capaian Indonesia di kancah internasional. Hal ini bertujuan untuk memperkuat rasa bangga dan kepercayaan diri nasional. Meski demikian, tone positif ini bukan berarti melupakan atau menegasikan peristiwa tragis di masa lampau, termasuk kerusuhan Mei 1998.

Sebagai penutup, Fadli Zon berharap penulisan sejarah nasional ini dapat menjadi instrumen pemersatu bangsa. "Kita berharap penulisan sejarah ini akan menjadi pemersatu bangsa dan jangan sampai kita terpengaruh oleh narasi luar yang dapat memecah belah bangsa. Semoga kita dapat segera melakukan uji publik sebagai bentuk keterbukaan kita kepada masyarakat," tutupnya.

Dalam rapat kerja tersebut, Komisi X DPR RI juga mendesak percepatan uji publik penulisan buku sejarah. Sejalan dengan desakan tersebut, Kementerian Kebudayaan telah memprogramkan uji publik di beberapa wilayah untuk merangkum masukan dari berbagai pihak.

Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi Towa.co.id.

Ikuti Sosial Media Kami:

X Logo Snack Video